Pelabuhan Patimban di
Kecamatan Pusakanagara Kabupaten Subang merupakan salah satu proyek strategis nasional. Didalam
berjalannya pembangunan pelabuhan tersebut masih banyak terjadinya
gejala-gejala yang menimbulkan perubahan-perubahan sosial yang sangat berpengaruh
terhadap perekonomian di sekitar penduduk yang tinggal di wilayah yang
bersandingan langsung dengan pembangunan wilayah pelabuhan.
Dari
beberapa penelitian sebelumnya di dapat hasil bahwa pembangunan pelabuhan
patimban memiliki dampak yang sangat signifikan terhadap masyarakat sekitar
baik dari segi ekonomi, sosial, maupun budaya. Dengan demikian, proses
pembangunan terjadi di semua aspek kehidupan masyarakat, ekonomi, sosial,
budaya, politik, yang berlangsung pada level makro (nasional) dan mikro.
Pembangunan
pelabuhan juga dilaksanakan dengan tujuan meningkatkat perekonomian dengan
membuka jalur perekonomian melalui jalur laut. Namun pada nyatanya didalam pembangunan
ini terdapat ketidaksamaan dengan tujuan pembangunan tersebut dimana banyak
nelayan-nelayan yang tinggal di sekitar daerah pembangunan pelabuhan tersebut
terancam akan tidak dapat melaut lagi dikarenakan para nelayan haruslah melaut
lebih jauh lagi akibat banyaknya kapal-kapal besar yang melewati jalur para
nelayan untuk melaut.
Berdasarkan Rencana
Induk Pelabuhan Patimban (2017), Pelabuhan Patimban akan melayani kapal dengan
bobot minimal 2.618 DWT yang berjenis kapal Ro-Ro dan bobot maksimal sebesar
165.000 DWT yang berjenis kapal peti kemas Maersk E Class. Berdasarkan tinggi
gelombang di perairan Pelabuhan Patimban yang dapat mencapai ketinggian lebih
dari 1,5 m maka berdasarkan kriteria Kramadibrata (2002), maka kondisi perairan
pelabuhan dapat membahayakan pelayaran kapal nelayan.
Ditinjau dari zonasi
gelombang tersebut dapat kita ketahui bahwasanya para nelayan haruslah melaut
lebih jauh lagi dikarenakan banyaknya kapal-kapal besar yang datang ke
pelabuhan patimban dan juga alat tangkap para nelayan yang paling panjang
ada dikedalaman 3-4 meter tidak akan berguna dikarenakan kontruksi sudah
berjalan. Dari data BPS Kabupaten Subang (2013) jumlah perahu tanpa
motor/kapal penangkap ikan di kecamatan pusakanagara yaitu ada sebanyak 2
perahu tanpa motor, 143 perahu jenis motor tempel, dan 2 buah kapal. Dapat
disimpulkan bahwasanya sebagian masyarakat patimban per 2013 menurut data BPS
masih menggunakan perahu jenis motor tempel, perahu tersebut sangatlah tidak
cocok dengan kondisi melaut masyarakat patimban yang harus melaut lebih jauh
lagi karena banyaknya kapal-kapal besar yang “mondar mondir” demi kepentingan
pelabuhan tersebut yang mengakibatkan nelayan-nelayan ini harus melaut lebih
jauh lagi. Namun, lagi-lagi terkendala oleh alat tangkap nelayan yang tidak
cocok dengan tempat ia melaut karena cakupan kedalaman yang di capai oleh
nelayan yaitu hanya mencapai 3-4 meter. Disinilah peran pemerintah sangatlah
diperlukan, banyak dari para nelayan tersebut terancam tidak dapat melaut
dikarenakan banyak factor akibat dari pembangunan pelabuhan tersebut.
Namun dilain
sisi dalam berjalannya pembangunan ini juga membawa dampak positif yaitu
dilansir Republika (Mei, 2019) Pembangunan Pelabuhan Patimban, di Pantai
Patimban, Kecamatan Pusakanagara, Kabupaten Subang, membawa berkah tersendiri
bagi sejumlah pedagang. Pembangunan tersebut berimbas pada peningkatan
kunjungan wisatawan ke pantai tersebut. Setiap akhir pekannya semenjak
pelabuhan patimban mulai pembangunan ramai para wisatawan mengunjungi pantai
patimban, terutama para pedagang yang membuka usaha rumah makan masakan laut.
Namun para pedagang di kawasan ini yang
jumlahnya sekitar 30 orang sedang harap-harap cemas. Karena, lokasi yang kini
menjadi area jualan, tepatnya beberapa meter dari bibir pantai, akan direlokasi.
Para pedagang, akan dipindahkan. Tidak boleh lagi berjualan di lokasi itu.
Sebab, lokasi tersebut diperuntukan bagi kegiatan lainnya. Bukan, untuk
berjualan penduduk lokal.